Rabu, 11 September 2013

PENDIDIK DALAM KHAZANAH PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Dalam perspektif pendidikan islam, tujuan hidup seorang muslim pada hakekatnya adalah mengabdi kepada Allah. Pengabdian pada Allah sebagai realisasi dari keimanan yang diwujudkan dalam amal, tidak lain untuk mencapai derajat orang yang bertaqwa disisi-Nya. Beriman dan beramal shaleh merupakan dua aspek kepribadian yang dicita-citakan oleh pendidikan islam. Sedangkan hakikat tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya insan yang memiliki dimensi religius, berbudaya dan berkemampuan ilmiah (insan kamil).
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut, seorang pendidik memiliki tanggungjawab untuk mengantarkan peserta didik kearah tujuan tersebut, yaitu dengan menjadikan sifat-sifat Allah sebagai bagian dari karakteristik kepribadiannya. Untuk itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial. Hal ini disebabkan karena kewajibanya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) belaka, akan tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yangt ditransformasikan dan disosialisasikan  paling tidak meliputi: nilai etis, nilai pragmatis, nilai effect sensoric, dan nilai religius.
Secara faktual, pelaksanaan transformasi pengetahuan dan iternalisasi nilai pada peserta didik secara integral merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks, apalagi pada era globalisasi dan imformasi. Pandangan tersebut dilatarbelakangi banyaknya kasus yang melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, di luar sekolah maupun dalam kehidupan sosial masyarakat yang demikian luas. 

  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah definisi guru dalam literatur arab yakni mu’allim, mu’addib, murabbiy, dan ustadz?
2.      Apa saja syarat-syarat pendidik dalam literatur pendidikan islam?
3.      Apa saja etika pendidik dalam literatur pendidikan islam?
4.      Apa saja hak dan kewajiban pendidik dalam perspektif islam dan undang-undang pendidikan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab  pendidikan yang  terpikul di pundak para orang tua .
Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya kesekolah , sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan terhadap guru. Hal itupun menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat sebagai guru.
Di Negara-negara timur sejak dahulu kala guru itu dihormati oleh mahsyarakat. Orang india dahulu menganggap guru itu sebagai orang suci dan sakti. Di jepang guru disebut sensei artinya yang lebih dahulu lahir,”yang lebih tua”. Di inggris guru itu dikatakan ”teacher”. Dan di jerman “den Lehrer”, keduanya berarti “pengajar”m melainkan juga “pendidik”, baik didalam maupun diluar sekolah.ia harus menjadi menyuluh mahsyarakat.
Agama islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama) , sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Kata pendidik dalam bahasa indonesia, jika dicarikan padanan dalam literatur Arab yang sering digunakan oleh umat islam dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, maka dapat ditemukan beberapa istilah yang bisa disepadankan dengan kata pendidik tersebut, yang antara lain; ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu’addib.
Namun demikian, jika itilah pendidikan itu diambil dari kata tarbiyah, yang memiliki arti menciptakan, memelihara, mengatur, mengurus dan memperbaharui, maka orang yang melaksanakan kegiatan pendidikan (tarbiyah) dalam arti orang yang tugasnya sebagai pencipta, pemelihara, pengatur, pengurus dan pemerbaru disebut murabbiy atau pendidik. Apabila istilah pendidikan diambil dari kata ta’lim, maka istilah pendidik disebut mu’allim, demikian juga apabila istilah pndidikan  diambil dari kata ta’dib, maka pendidik disebut mu’addib.
Berikut definisi pendidik dalam literatur arab:
a.       Murabbiy
Artinya seseorang yang memiliki tugas mendidik dalm arti pencipta, pemelihara, pengatur, pengurus, dan memperbaharui kondisi pserta didik agar berkembang potensinya.
b.      Mu’allim
Artinya seseorang yang berilmu (memiliki ilmu) pengetahuan luas, dan mampu menjelaskan/mengajarkan/mentransfer ilmu tersebut kepada peserata didik, sehingga peserta didik bisa mengamalkannya dalam kehidupan.
c.       Mu’addib
Artinya seorang yang memiliki kedisiplinan  kerja yang dilandasi dengan etika, moral dan sikap yang santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta didik melalui contoh untuk ditiru oleh peserta didik.[1]
d.      Ustadz
Ustadz adalah orang yang berkomitmen dengan profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continuous improvement.[2]

B.     SYARAT UNTUK MENJADI  GURU
Dilihat dari ilmu pendidikan islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertaqwa kepada Allah, berilmu, serta jasmaniahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
1.      Takwa kepada  Allah sebagai syarat menjadi guru.
Guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah , jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muruidnya sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan badgi umatnya. Sejauh mana seorang guru mampu memberi teladan baik kepada murid-muridnya  sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.
2.      Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukan untuk suatu jabatan.
3.      Sehat jasmani sebagai syarat menhjadi guru
Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping  itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar.kita kenal ucapan”mens sana in corpore sano”, yang artinya dalam tubuh sehat terkandung  jiwa yang sehat.
Walapun pepatah  itu tidak benar secara menyeluruh , akan tetapi bahwa kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja.
4.      Berkelakuan baik sebagai syarat menjadi guru
Budi pekerti guru maha penting daklam pendidikan watak murid.guru harus menjadi suri teladan,karena anak-anak bersifat suka meniru.Diantara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula.guru yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercayakan pekerjaan mendidik.yang dimaksud dengan akhlak baik dalam ilmu pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran islam, seperti dicontohkan pendidik utama,Muhammad SAW.
C.    ETIKA GURU
Pengertian Etika Guru
Sebenarnya kode etika pada suatu kerja adalah sifat-sifat atau ciri-ciri vokasional, ilmiah dan aqidah yang harus dimiliki oleh seorang pengamal untuk sukses dalam kerjanya. Lebih ketara lagi ciri-ciri ini jelas pada kerja keguruan. Dari segi pandangan Islam, maka agar seorang muslim itu berhasil menjalankan tugas yang dipikulkan kepadanya oleh Allah S.W.T pertama sekali dalam masyarakat Islam dan seterusnya di dalam masyarakat antarabangsa maka haruslah guru itu memiliki sifat-sifat yang berikut:
1. Bahwa tujuan, tingkah laku dan pemikirannya mendapat bimbingan Tuhan (Rabbani), seperti disebutkan oleh surat Al-imran, ayat 79, “Tetapi jadilah kamu Rabbani (mendapat bimbingan Tuhan)”.
2. Bahwa ia mempunyai persiapan ilmiah, vokasional dan budaya menerusi ilmu-ilmu pengkhususannya seperti geografi, ilmu-ilmu keIslaman dan kebudayaan dunia dalam bidang pengkhususannya.
3. Bahwa ia ikhlas dalam kerja-kerja kependidikan dan risalah Islamnya dengan tujuan mencari keredhaan Allah S.W.T dan mencari kebenaran serta melaksanakannya.
4. Memiliki kebolehan untuk mendekatkan maklumat-maklumat kepada pemikiran murid-murid dan ia bersabar untuk menghadapi masalah yang timbul.
5. Bahwa ia benar dalam hal yang didakwahkannya dan tanda kebenaran itu ialah tingkah lakunya sendiri, supaya dapat mempengaruhi jiwa murid-muridnya dan anggota-anggota masyarakat lainnya. Seperti makna sebuah hadith Nabi S.A.W, “Iman itu bukanlah berharap dan berhias tetapi meyakinkan dengan hati dan membuktikan dengan amal”.
6. Bahwa ia fleksibel dalam mempelbagaikan kaedah-kaedah pengajaran dengan menggunakan kaedah yang sesuai bagi suasana tertentu. Ini memerlukan bahawa guru dipersiapkan dari segi professional dan psikologikal yang baik.
7. Bahwa ia memiliki sahsiah yang kuat dan sanggup membimbing murid-murid ke arah yang dikehendaki.
8. Bahwa ia sedar akan pengaruh-pengaruh dan trend-trend global yang dapat mempengaruhi generasi dan segi aqidah dan pemikiran mereka.
9. Bahawa ia bersifat adil terhadap murid-muridnya, tidak pilih kasih, ia mengutamakan yang benar.
Seperti makna firman Allah S.W.T dalam surah al Maidah ayat ke 8,
“Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehinga kamu tidak adil. Berbuat adillah, sebab itulah yang lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah kepada Allah, sebab Allah Maha Mengetahui apa yang kamu buat”.
Inilah sifat-sifat terpenting yang patut dipunyai oleh seorang guru Muslim di atas mana proses penyediaan guru-guru itu harus dibina.[3]
.    
1.      Diantara akhlak guru tersebut adalah:
a.       Mencintai jabatanya sebagai guru
b.      Bersikap adil terhadap semua muridnya
c.       Berlaku sabar dan tenang
d.      Guru harus berwibawa
e.       Guru harus gembira
f.       Guru harus bersifat manusiawi
g.      Bekerja sama dengan guru-guru lain
h.      Bekerja sama dengan masyarakat
2.      Etika guru menurut Al Ghazali:
a.       Bersikap lembut dan kasih sayang kepada para pelajar
b.      Guru bertugas untuk mengikuti nabi sebagai pemilik syara
c.       Jangan meninggalkan nasehat-nasehat guru
d.      Menanamkan hal-hal yang halus
e.        Supaya diperhatikan tingkat akal fikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya
f.       Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid
g.      Guru harus kerja sama dengan murid dalam membahas dan menjelaskan
h.      Guru harus mengamalkan ilmunya[4]
3.       Menurut Ibnu Jama'ah, etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a.    Etika yang terkait dengan dirinya sendiri, yaitu
(1)    memiliki sifat keagamaan (diniyyah) yang baik, meliputi patuh dan tunduk terhadap syariat Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan.
(2)   memiliki sifa-sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyyah)
b. Etika terhadap peserta didik, yaitu
(1)    sifat-sifat sopan santun (adabiyyah).
(2)   sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelmatkan (muhniyyah).
c. Etika dalam proses belajar mengajar, yaitu
(1)    sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan(muhniyyah);
(2)   sifat-sifat seni yaitu seni mengajar yang menyenangkan, sehingga peserta didik tidak merasa bosan.[5]

D.    HAK DAN KEWAJIBAN PENDIDIK MENURUT UNDANG-UNDANG
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI Pasal 40
(1)   Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a.       Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai,
b.      Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja,
c.       Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas,
d.      Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan
e.       Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
(2)   Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.       Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis,
b.      Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan
c.       Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Yasin, A. Fatah. 2008. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Press.
2007. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar