Rabu, 11 September 2013

mengenal macam-macan kondisi qolbu

MENGENAL MACAM-MACAM KONDISI QOLBU


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah, tiada kata yang cukup untuk mengungkapkan rasa syukur, selain puja dan puji bagi Allah SWT. Sang penguasa hati dan kehidupan hamba-hamba-Nya. Dengan perkenan dari-Nya-lah kami sanggup menyelesaikan makalah tentang “Mengenal Macam-Macam Kondisi Qalbu” ini dengan lancar.
Makalah ini disusun selain guna memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf 2 juga untuk memberikan tambahan wawasan kepada pembaca mengenai mengenal macam-macam kondisi qalbu. Sehingga menjadi bertambah pula pengetahuan tentang hal tersebut.
Sumbangan tulisan dan pemikiran dari teman-teman kelompok dalam penyusunan makalah ini adalah andil besar dalam terselesainya makalah Akhlak Tasawuf 2 ini. Untuk itu ucapan terimakasih kami persembahkan kepada teman-teman atas segala pemikirannya.
Pekerjaan BESAR adalah pekerjaan kecil yang dilakukan dengan CINTA yang BESAR.

Salatiga,  Mei 2013

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kita telah mengetahui dari Al-qur’an bahwa hati kita akan diminta pertanggungjawaban jika melakukan dosa-dosa. Karena itu tidak benar orang yang mengatakan bahwa niat yang jelek tidak akan dihukum sebelum niat itu dilaksankan. Niat yang jelek juga merupakan salah satu penyakit hati.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Mengetahui pengertian Qalb (hati)
2.      Mengetahui macam-macam hati dan perubahan hati
3.      Tanda-tanda penyakit hati, fungsi dan kesehatannya
4.      Contoh dan pengertian penyakit hati
5.      Penyakit hati dan penyakit jiwa

C.     TUJUAN
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf 2.
2.      Menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai mengenal macam-macam kondisi hati atau qalb.
3.      Memahami hal-hal yang berkaitan tentang kondisi qalb dalam kehidupan umat Islam sekarang ini.
  
BAB II
PEMBAHASAN
MENGENAL MACAM-MACAM KONDISI QALBU
A.    Pengertian Hati (Qalb)
Qolb mempunyai dua makna yaitu qolb dalam bentuk fisik dan dalam bentuk ruh. Dalam bentuk fisik dapat diterjemahkan sebagai jantung atau juga disebut sebagai mudghah. Orang sering menerjemahkan qolb di sini sebagai ‘hati’. Nabi menyebutnya sebagai segumpal daging. 
Qolb dalam arti ruhaniyah yang mampu melakukan peng-indrak-an. Idrak adalah memahami, mempersepsi dan menyerapi misalnya perasaan sedih dan gembira, yang berfikir dan merenungkan itu kekuatan batin kita yang disebut qolb. Kalau ada orang yang menyebutkan “hatinya hancur”, maka yang dimaksud bukan jantugnya tetapi ada bagian jiwa orang itu yang hancur.
Rasulullah menggambarkan hati itu seperti selembar bulu yang tergantung di atas pohon yang ditiup angin, beliau mengingatkan agar kita berhati-hati menghadapi perubahan itu. Karena itu ada do’a yang diajarkan nabi untuk mengkokohkan hati, yaitu “teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu”.
Ada suatu cerita ada seorang laki-laki menikah dengan mahar yang tidak dibayar kontan, sedangkan ia berniat dalam hati untuk tidak membayarnya, maka ALLAH menghitung laki-laki tersebut berzina. Jadi kita sebagai hamba Allah harus berhati-hati dalam berniat. Karena apa sesungguhnya posisi qolb sama seperti pemimpin di tengah-tengah manusia.
Dalam hadis disebutkan,”Sesungguhnya Allah punya wadah di bumi dan wadah itu adalah hati. Maka sesungguhnya hati yang dicintai oleh Allah adalah hati yang lembut, yang bersih dan yang kokoh.”[1]

B.     Macam-Macam Hati dan Perubahan Hati
1.      Hati mempunyai tiga macam, yaitu :
a.       Hati yang terbalik, yaitu hati yang tidak bisa menampung kebaikan sedikitpun dan itu adalah hati orang kafir[2].   
b.      Hati yang di dalamnya ada titik hitam, yaitu yang di dalamnya bertarung antara kebaikan dan kejahatan. Kalau salah satu kuat, maka yang kuat itulah yang menang.
c.       Hati yang terbuka yang di dalamnya ada lampu (cahaya) yang bersinar-sinar sampai hari kiamat. Itu hati orang mukmin. Ali mengatakan “hati yang paling baik adalah hati yang paling bisa menyimpan kebaikan.”[3]
2.      Perubahan hati atau kondisi hati
Perubahan atau kondisi hati ada empat macam, yaitu:
a.       Hati yang tinggi, yaitu tingginya hati ini ketika dzikir kepada Allah SWT. Kalau orang senantiasa berdzikir kepada Allah, maka hatinya akan naik ke tempat yang tinggi[4].
b.      Hati yang terbuka, hati ini diperoleh apabila kita ridho kepada Allah.
c.       Hati yang rendah, yaitu terjadi ketika kita disibukkan dengan hal-hal yang selain Allah.
d.      Hati yang mati, yaitu sama sekali melupakan Allah.
Oleh karena itu untuk menjaga agar hati kita selalu hidup maka ingatlah kepada Allah. Dalam salah satu hadis dikatakan “kalau hati tidak diisi dengan dzikir, maka ia bagaikan bangkai”. [5]

C.     Tanda-Tanda Penyakit Hati, Fungsi dan Kesehatannya
1.      Tanda-tanda penyakit hati
Ketahuilah bahwa setiap anggota badan diciptakan untuk suatu fungsi tertentu, sedangkan sakitnya anggota badan ialah apabila tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga fungsi itu tidak muncul sama sekali atau muncul tetapi disertai semacam ketidakstabilan. Sakit tangan atau mata adalah ketidakstabilan memegang atau melihat. Demikian pula sakitnya hati ialah tidak berjalannya fungsi penciptaan hati; yaitu menyerap ilmu, hikmah, dan ma’rifah, mencintai Allah, ibadah kepada-Nya, merasakan kelezatan dengan mengingat-Nya, mengutamakan semua itu ketimbang semua syahwat, meminta bantuan semua syahwat dan organ untuk melaksanakan fungsi tersebut. Allah berfirman :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Artinya : “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat : 56)
2.      Fungsi hati
Fungsi hati adalah hikmah dan ma’rifah yang merupakan keistimewaan jiwa yang dimiliki manusia. Dengan fungsi tersebut manusia berbeda dengan binatang. Manusia tidak berbeda dari binatang karena kemampuannya untuk makan, tapi karena mengetahui sesuatu sebagaimana adanya. Sedangkan asal, pencipta dan penemu sesuatu adalah Allah yang menjadikannya sebagai sesuatu. Jika manusia mengetahui sagala sesuatu tetapi tidak mengetahui (ma’rifah) Allah maka ia dianggap tidak mengetahui apa-apa. Tanda ma’rifah adalah cinta. Siapa yang mengetahui Allah pasti mencinyai-Nya.  Sedangkan tanda cinta adalah mengutamakan-Nya ketimbang dunia atau selain-Nya. Siapa yang lebih mencintai sesuatu ketimbang Allah maka hatinya sakit. Itulah tanda-tanda penyakit dan dengan hal ini diketahui bahwa semua hati menderita sakit kecuali yang dikendaki Allah.[6]
Fungsi lain dari hati yaitu tafakur, yaitu yang dapat mengantarkan manusia ketingkat yang tinggi. Orang yang sering tafakur disebut Ulul albab. Oleh karena itu, kalau hati kita sakit, maka tafakurnya akan sakit. Hal ini ditandai dengan rasa gelisah tidak tenteram, perasaan tidak khusyuk, dan selalu ada rasa was-was.[7]
3.      Kesehatannya
Adapun tanda-tanda kepulihan kesehatnnya setelah diterapi ialah memperhatikan penyakit yang diterapi. Jika penyakit yang diterapi adalah penyakit kebakhilan maka ia merupakan pembinasa yang menjauhkan diri dari Allah dimana terapinya adalah dengan memberikan dan menginfaqkan harta tetapi jangan sampai berlebihan atau mubadzir, karena memerlukan keseimbangan atau pertengahan diantara keduanya. Maka anda senantiasa mengawasi diri dan mengenali akhlaq anda dengan kemudahan dan kesulitannya dalam berbuat. Sikap pertengahan yang sejati antara dua sisi tersebut sangat rumit, bahkan lebih halus daripada rambut dan lebih tajam daripada pedang, maka tidak diragukan lagi bahwa orang yang bisa menjaga keseimbangan di atas jalan yang lurus di dunia pasti akan melaju di atas jalan di akhirat.[8]

D.    Penyakit Hati
Penyakit hati ada dua macam, yaitu
1.      Bentuk penyakit yang meniadakan berbagai maqam hati. Misalnya riya’ dan kemusyrikan dan menafikan tauhid dan ubudiyah sedangkan cinta kepemimpinan, cinta kedudukan, dan cinta dunia meniadakan zuhud.[9]
Contoh dan pengertiannya :
a.       Kufur; yaitu tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya, baik dengan mendustakan-Nya atau tidak mendustakan-Nya, seperti mengingkari aksiomatika agama atau melaksanakan salah satu hal yang membatalkan syahadatain karena kekafiran merupakan kegelapan yang membatalkan amal.
b.      Nifaq; dibagi menjadi dua, yaitu nifaq nazhari dan nifaq ‘amali. Nifaq nazhari ialah bahwa keyakinannya tentang hakikat islam bertentangan dengan pernyataan keimanannya kepada islam. Nifaq ‘amali ialah memiliki akhlaq orang-orang munafiq dalam memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir, berkasih sayang kepada mereka, mendukung perjuangan mereka, menyalahi janji, membiasakan berdusta, atau berkhianat dan curang.
c.       Kefasikan; pelanggaran terhadap perintah Allah dan kemaksiatan, dengan tidak mendekati berbagai larangan, tidak menyalahi berbagai perintah, dan menjauhi berbagai perbuatan keji baik yang lahir maupun yang batin.
d.      Bid’ah; dibagi menjadi dua, yaitu bid’ah kenyakinan (aqidah) dan bid’ah amaliah. Bid’ah kenyakinan adalah dengan membebaskan diri dari berbagai kenyakinan firqah-firqah yang sesat dan setiap ideologi yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh ahlu sunnah wal jama’ah; dan bebas dari berbagai bid’ah amaliah. Bid’ah amaliah adalah amal perbuatan yang tidak dibolehkan oleh para imam ijtihad; barang siapa mengikuti fatwa salah seorang imam mujtahid di kalngan ahlu sunnah wal jama’ah maka tidak boleh dikatakan bid’ah, dan barangsiapa melakukan amal perbuatan yang memiliki landasan dari Rasulullah saw dan para sahabatnya juga tidak dibolehkan oleh fatwa imam mujtahid maka itulah yang disebut bid’ah amal yang wajib ditaubati.[10]
e.       Musyrik; perbuatan menyekutukan Allah dengan apapun atau memberikan rubbubiyah kepada yang tidak berhak mendapatkannya, mengacaukan hati manusia sehingga tidak dapat menghadap ke satu arah dalam ubbudiyah dan talaqqi.
f.       Riya’; seseorang beramal shalih dengan maksud untuk dilihat/dipuji oleh orang lain.
g.      Sum’ah; memperdengarkan kepada orang lain kelebihan dirinya.
h.      Cinta kedudukan dan kepemimpinan; penyakit hati yang mendorong dan memotivasi orang untuk cinta kedudukan dan kepemimpinan.
i.        Dengki; mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki. Dengki merupakan salah satu dosa besar. Nabi saw bersabda: “Telah menyebar di kalangan kalian penyakit umat-umat sebelum kalian, kedengkian dan kebencian; dia adalah pencukur, saya tidak mengatakan pencukur yang mencukur rambut tetapi pencukur yang mencukur agama”. (Tirmidzi).
j.        Bakhil; penyakit hati yang dapat menghilangkan iman seseorang dengan bersikap ‘pelit’.
k.      Sombong; meremehkan, meminta dilayani dan mengharap ketundukan dari orang lain dan kepatuhan terhadap keinginannya.
l.        Ujub; berbangga diri, kekikiran serta memperuntukan hawa nafsu bagi kehidupan dunia secara umum dan kehidupan islami secara khusus.[11]
2.      Bentuk penyakit yang menafikan takhalluq dengan nama-nama Allah dan peneladanan kepada rasulullah. Misalnya, amarah bukan pada tempatnya meniadakan kesantunan.
Contonya:
a.       Amarah yang zalim; Nabi saw pernah marah, demikian pula Allah. Jadi, asal amarah itu tidak dianggap aib juga tidak juga dianggap penyakit. Tetapi hal yang tidak dibenarkan adalah amarah dalam kebatilan, amarah yang zalim, atau cepat marah dan lambat redanya. Nabi saw bersabda: “ Orang kuat itu bukanlah orang yang menang gulat tetapi orang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya pada saat marah” (bukhari dan muslim).[12]
b.      Cinta dunia; perasaan tentram terhadapnya, perbuatan pecinta dunia dan melupakan akhirat mengakibatkan perbuatan yang pelakunya berhak dimasukkan kedalam neraka.  Allah berfirman:
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZƒÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ֍èO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1uŽtIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3tƒ $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓƒÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# žwÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ  

Artinya: “ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak.” (al-hadid: 20).[13]
c.       Mengikuti hawa nafsu; keinginan manusia yang mengikuti hawa nafsunya daripada Allah naka dalam diri manusia terdapat penyakit hati dan hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa yang salah. Allah berfirman:
Èqs9ur yìt7©?$# ,ysø9$# öNèduä!#uq÷dr& ÏNy|¡xÿs9 ÝVºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur `tBur  ÆÎgŠÏù 4 ö@t/ Nßg»oY÷s?r& öNÏd̍ò2ÉÎ/ óOßgsù `tã NÏd̍ø.ÏŒ šcqàÊ̍÷èB ÇÐÊÈ  

       Atinya: “ andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini.” (al-mu’minuun: 71).
E.     Penyakit Hati dan Penyakit Jiwa
       Seringkali kita mendengar adanya penyakit jiwa atau tingkah laku yang tidak normal. Kalau penyakit hati adalah penyakit karena pertentangannya dengan syariat islam, maka penyakit jiwa adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang melebihi takaran normal. Misalnya, orang mandi berjam-jam melebihi takaran kebiasaan orang normal. Karena orang normal mandi beberapa menit saja. Ukuran lain untuk penyakit jiwa adalah kalau oang itu sering melakukan tingkah laku yang mengganggu ketentraman orang lain. Misalnya, eksibisionisme, yaitu kesenangan membuka atau memamerkan kemaluannya di tempat yang ramai.
       Kadang-kadang penyakit jiwa sering bercampur dengan penyakit hati. Hanya saja penyakit hati tidak mempunyai kriteria seperti di atas. Penyakit hati ditandai dengan pertentangannya terhadap syariat islam. Contoh penyakit jiwa yang bercampur dengan penyakit hati adalah hasad. Karena sifat yang bukan hanya mengganggu dirinya tetapi juga mengganggu orang lain.[14]

F.      Imbauan Untuk Ikhlas
       Saudaraku, sadarlah dan berhati-hatilah dalam tindakanmu. Mintalah dari dirimu pertanggungjawaban untuk setiap perbuatanmu. Telitilah dirimu dengan cermat, usahakan untuk menilai perbuatanmu dengan instrospeksi diri. Jika perbuatan yang kamu lakukan karena Allah,  atau kamu bermaksud agar orang menirumu atau yang lainnya, maka bersyukurlah kepada Allah. Karena Ia telah memungkinkan kamu bertindak dengan penuh kesadaran dan kemurnian hati. Maka dari itu bersikap dan bersifat yang Ikhlas.[15]

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A.    Kesimpulan
     Bahwa dalam membahas masalah mengenal macam-macam kondisi Qalbu (hati), maka kita akan ditemukan berbagai hal. Hal tersebut diantaranya bahwa hati itu terbagi menjadi dua pengertian yaitu, hati berbentuk fisik (jantung) dan hati yang berbentuk ruh (perasaan/ruhaniah).
     Selanjutnya kita bisa mengenal macam-macam, kondisi hati, tanda-tanda penyakit hati, fungsi hati dan kesehatnnya. Banyak hal yang berguna untuk dipelajari mengenai kondisi hati. Dan kita bisa mengetahui bahwa penyakit hati dengan penyakit jiwa itu berbeda, tetapi ada penyakit gabungan antara keduanya.
B.     Penutup
Sekian makalah yang dapat kami buat, kami sangat menyadari keterbatasan kami sebagai manusia yang tentunya berpengaruh pada hasil karya kami. Oleh karena itu, apabila karya kami ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kami mohon maaf yang seikhlasnya kepada segenap pembaca. Semoga makalah kami ini bermanfaat serta dapat menambah wawasan para pembaca dan kami juga berharap makalah ini dapat diterima sebagai pemenuhan nilai tugas dan pembelajaran. Terima kasih atas perhatian dan partisipasinya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

DAFTAR PUSTAKA

Hawwa, Sa’id. 2004. Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa. Jakarta: Daarus Salaam.
Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Renungan-Renungan Sufistik. Bandung:Mizan.



[1] Jalaludin Rakhmat, Renungan-renungan Sufistik, (Bandung:Mizan,1999),hlm.69-71.
[2] Kafir di sini termasuk kafir Amali, yaitu kafirnya seorang muslim ketika seorang muslim tidak mau bersyukur kepada Allah, sementara bila diperingatkan tidak diperingatkan dia tidak mau mengikuti petunjuk.
[3] Ibid. hlm. 72.
[4] Tempat tinggi di sini adalah lebih dekat dengan Allah swt.
[5] Ibid.hlm.73.
[6] Sa’id Hawwa, Intisari Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Daarus Salaam, 2004), hlm. 164-165.
[7] Jalaluddin Rakhmad, op.cit. hlm.77.
[8] Sa’id Hawwa, op.cit. hlm. 167.
[9] Sa’id hawwa, op.cit. hlm. 180.
[10] Sa’id Hawwa, op.cit, hlm. 182-183.
[11] Ibid. Hlm. 185-216.
[12] Ibid. Hlm. 275.
[13] Ibid. Hlm. 298.
[14] Jalaluddin Rahmat, op.cit. hlm 79-80.
[15]Ibid. Hlm. 91-92.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar