Jumat, 19 April 2013

puasa



MAKALAH
FIQH 1
PUASA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqh 1
Dosen pengampu : Drs. Machfudz, M.Ag.

Anggota :
Tri Mashudi                   :111-11-177
Nilasari Uminingsih       :111-11-180
Putra Arief Perdana       :111-11-183

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2012


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari bahasa arab; shawm dan shiyam yang berarti menahan (imsak). Menurut Syara’, puasa adalah menahan diri dari beberapa perbuatan tertentu, dengan niat dan menurut aturan tertentu pula.[1]
Puasa adalah mencegah diri dari makan dan minum, hubungan suami isti (hubungan sex) dan dari semua yang membatalkan puasa mulai terbitnya fajar, hingga terbenamnya matahari, untuk berbakti kepada Tuhan, dengan memenuhi syarat dan rukunnya yang telah ditentukan oleh syara’.[2]
Ibadah puasa telah dikenal dan diwajibkan pada syariat agama-agama sebelum islam. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam ayat al-qur’an:

$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(al baqoroh/2:183)
            Akan tetapi menurut pendapat yang kuat, kewajiban puasa Ramadhan merupakan kekhususan bagi Nabi Muhammad saw, dan umatnya.
Puasa terbagi dua yaitu: puasa wajib, yaitu puasa Ramadhan, puasa kaffarah serta puasa nazar, dan puasa sunnah.[3]

B.     Kewajiban Puasa Ramadhan
Sesuai dengan namanya, puasa ramadhan ini dilakukan setiap bulan ramadhan, sejak hari pertama sampai hari terakhir. Awal bulan dapat diketahui dengan menyempurnakan (ikmal) bilangan bulan sya’ban 30 hari, atau dengan melihat (ru’yah) anak bulan (hilal) Ramadhan itu sendiri.
Perintah melakukan puasa ramadhan itu tercantum dalam al-qur’an surat Al-baqoroh ayat 185.
4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù (
Artinya:”… Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu...
Kewajiban puasa ramadhan dibebankan pada orang yang memenuhi persyaratan: Islam, balig, berakal, suci, muqim dan mampu melakukan.
Orang kafir tidak dituntut melakukan puasa karena mereka tidak sah melakukan ibadah. Orang murtad, juga tidak dituntut untuk berpuasa, kecuali apabila masuk islam lagi dan ia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan selama dia murtad dahulu.
Anak-anak tidak diwajibkan berpuasa, tetapi mereka disuruh melakukannya, seperti shalat, bila telah berumur 7 tahun, dan dipukul bila meninggalkannya setelah berusia 10 tahun.
Orang gila tidak wajib puasa dan tidak wajib mengqadhanya setelah sembuh, sebab orang gila tidak termasuk mukallaf, tetapi orang yang hilang akal. Perempuan yang sedang haid atau nifas, tetapi wajib mengqadha puasanya setelah kembali suci. Dan orang yang terlalu tua atau karena penyakit yang tidak diharapkan sembuhnya lagi.[4]

C.     Yang Mewajibkan Puasa
Yang mewajibkan orang berpuasa ramadhan adalah salah satu dari perkara yang tersebut dibawah ini:
1.      Keterangan melihat bulan (ru’yah) permulaan bulan puasa.
2.      Pemberi tahuan orang yang adil bahwa ia telah melihat bulan permulaan puasa.
3.      Menurut perhitungan ahli hisab yang mu’tabar, yakni yang boleh dipercaya.
4.      Dengan sempurnanya bulan sya’ban genap 30 hari sehingga hari berikutnya adalah tanggal 1 puasa.[5]

D.    Wajib Qadha Dan Membayar Kifarat
Orang yang sedang berpuasa maka pada siang harinya tidak  boleh berkumpul dengan istrinya (haram). Kalau ia mengumpuli istrinya maka puasanya batal dan harus menggatinya dilain hari dan ia juga harus membayar kifarat, yakni:
1.      Memerdekakan budak (membeli budak kemudian memerdekakan)
2.      Kalau tidak dapat, maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut
3.      Kalau tidak dapat, wajib memberi makan 60 orang miskin tiap-tiap orang miskin 1 mud bahan makanan (1 mud kuranng lebih ½ kg).[6]

E.     Kelonggaran Tidak Puasa
Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa apabila:
1.      Bepergian jauh sedikitnya 84 km. (chulashatul kalam) tetapi ia harus berpuasa dilain hari sebagai gantinya.
2.      Karena tua hingga tiada dapat lagi berpuasa, hanya saja ia diwajibkan membayar fidyah, ialah memberi makan kepada fakir miskin banyaknya satu mud. Tiap hari harus membayar satu fidyah.
3.      Karena sakit (wajib berpuasa dilain hari)
4.      Orang yang hamil yang khawatir akan kandungannya, begitu pula orang yang sedang menyusui harus berpuasa dilain hari sebagai gantinya.[7]

F.      Mati dan Puasa
Orang mati yang pada waktu hidupnya ada hari yang ia tinggalkan, pada hal tidak ada sebab sesuatupun, jadi hanya karena malas, maka kerabatnya hendaklah menjalankan puasa sebagai ganti hari yang telah ditinggalkan itu.
Atau sebagai gantinya, menurut pendapat sebagian ulama, memberi fidyah kepada fakir miskin sekedar makanan. Tetapi hadisnya tidak kuat. Oleh karena itu menurut pendapat yang mu’tamad tidak usah dibayar dengan fidyah, harus diganti dengan puasa.[8]

G.    Puasa Sunnah
Di samping puasa Ramadhan yang diwajibkan, Islam juga menganjurkan umatnya agar banyak-banyak melakukan puasa sunnah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah, menambah kebajikan dan meraih pahala. Pada dasarnya tidak ada pembatasan waktu untuk melakukan puasa sunnah. Orang dapat memilih sendiri waktu yang tepat baginya untuk berpuasa, tetapi perlu diingat bahwa, puasa baik yang wajib maupun sunnah, haram dan tidak sah dilakukan pada hari-hari tertentu, pada kedua hari raya’id al-fitri dan al-adha serta pada hari-hari tasyriq, yakni tiga hari setelah ‘id al-adha. Selain itu, makruh berpuasa sehari saja, hanya pada hari jum’at atau hari sabtu, kecuali disertai dengan puasa pada hari sebelum dan sesudahnya. Nabi saw bersabda: “Janganlah seseorang kamu berpuasa pada hari jum’at, kecuali (ia berpuasa juga) sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”. (Muttafaq ‘Alayh). Dan “ (Nabi saw) melarang berpuasa pada hari sabtu.(HR. Nasa’i)”.
Macam-macam puasa sunnah:
1.      Puasa Enam Hari pada bulan syawwal.
Setelah selesai melakukan puasa ramadhan, disunnahkan pula mengiringinya dengan berpuasa 6 hari pada bulan syawwal.
2.      Puasa pada Hari Arafah (tg. 9 Dzul hidjjah).
Untuk orang yang tidak sedang melakukan ibadah haji disunnahkan berpusa pada hari ini.
3.      Puasa pada Hari Asyura dan Tasu’a.
Yang dimaksud hari asyura adalah tanggal 10, sedang hari tasu’a adalah tanggal 9 Muharram.
4.      Puasa 3 hari-hari Bid
Disunnahkan puasa tiga hari, dan sebaiknya pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan karena Rasulullah saw selalu melaksanakannya.
5.      Puasa Senin-Kamis.
Karena Rasulullah selalu berpuasa pada hari senin dan kamis.
6.      Puasa pada Bulan Muharram dan Sya’ban.
Berpuasa pada bulan-bulan tersebut merupakan keutamaan, karena menurut berbagai riwayat, rasulullah selalu berpuasa dan menganjurkan agar umatnya berpuasa pada bulan-bulan tersebut.[9]

H.    Rukun Puasa
Rukun puasa ialah:
1.      Niat
2.      Mencegah segala pantangan puasa yang membatalkan puasa.[10]

I.       Sunnah-sunnah Puasa
Orang yang berpuasa disunnahkan:
1.      Mempercepat buka (segera makan dan minum) bila sudah terang masuk waktu mahgrib.
2.      Membaca doa ketika berbuka.
3.      Sahur
4.      Memperlambat sahur
5.      Memberi makan kepada orang-orang yang berpuasa
6.      Memperbanyak membaca Al Qur’an
7.      Memperbanyak sedekah
8.      Memperbanyak I’tikaf (tinggal dengan tenang dalam masjid untuk mencari ridlo Allah)
9.      Menjaga diri dari kata-kata yang tidak baik dan tidak berguna.[11]

J.       Yang Membatalkan Puasa
Hal-hal yang membatalkan puasa:
1.      Memasukkan sesuatu pada lubang badan, seperti makan, minum, merokok dan sebagainya.
2.      Haid (datang bulan bagi wanita).
3.      Nifas (mengeluarkan darah karena bersalin).
4.      Berubah akalnya, misalnya gila.
5.      Memuntahkan sesuatu dari mulut dengan sengaja.
6.      Melakukan hubungan sex (berkumpul).
7.      Mengeluarkan nutffah. Adapun mengeluarkan nutfah karena mimpi, maka tidaklah membatalkan.[12]

K.    Hikmah Puasa
Hikmah puasa yang terpenting dalam melakukan ibadah puasa adalah mendekatkan diri kepada Allah swt serta menambah taqwa.
Oleh karena itu, orang yang menjalankan puasa, harus menjauhkan diri dari segala hal yang membatalkan puasa.[13]






















DAFTAR PUSTAKA

1.      Nasution, Lahmuddin.1995.Fiqh 1.Yogyakarta:IAIN.
2.      Amir, Dja’far.1969.Ilmu Fiqh.Surakarta:SMP-PGAP.


[1] Lahmudin Nasution, Fiqh 1, tt, hlm. 183.
[2] Dja’far Amir, Ilmu Fiqh, Surakarta: SMP-PGAP, 1969, hlm. 38.
[3] Ibid.
[4] Lahmudin Nasution, op.cit. hlm. 184-190.
[5]Dja’far Amir, op.cit. hlm. 39.
[6] Ibid. hlm. 40.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Lahmudin Nasution, op.cit. hlm. 200-206.
[10] Dja’far Amir, op.cit, hlm. 38.
[11] Ibid, hlm. 43.
[12] Ibid, hlm. 39.
[13] Ibid, hlm. 38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar