MAKALAH
FIQH 2
BARANG TEMUAN (LUQATHAH)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqh 2
Dosen pengampu : Sukron Ma’mun, M.Si.

Anggota:
Yuli
Hastuti 111-11-050
Dwi
Lestari 111-11-055
Khuzaimah 111-11-131
Tri Mashudi 111-11-177
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
SALATIGA
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah, tiada kata yang
cukup untuk mengungkapkan rasa syukur, selain puja dan puji bagi Allah SWT.
Sang penguasa hati dan kehidupan hamba-hamba-Nya. Dengan perkenan dari-Nya-lah
kami sanggup menyelesaikan makalah tentang “Barang Temuan (luqathah)” ini dengan lancar.
Makalah ini disusun selain guna
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh 2 juga untuk memberikan tambahan
wawasan kepada pembaca mengenai barang temuan. Sehingga menjadi bertambah pula
pengetahuan tentang hal tersebut.
Sumbangan tulisan dan pemikiran
dari teman-teman kelompok dalam penyusunan makalah ini adalah andil besar dalam
terselesainya makalah Fiqh 2 ini. Untuk itu ucapan terimakasih
kami persembahkan kepada teman-teman atas segala pemikirannya.
Pekerjaan BESAR adalah pekerjaan
kecil yang dilakukan dengan CINTA yang BESAR.
Salatiga, Maret 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Luqathah (barang temuan) secara bahasa dengan huruf qof berbaris
atas (fathah) merupakan kata nama dari multaqith berkata Imam Khalil bin Ahmad
bahwa setiap kata nama yang mempunyai sintaksis fu’lah, maka dia adalah nama
untuk kata pekerja (fa’il), sama seperti ucapan para ahli bahasa humazah (celaan),
lumazah (ejekan) dan luqatahah dengan qaf berbaris mati (sukun) adalah harta
yang ditemukan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Mengetahui pengertian barang temuan (luqathah)
2.
Mengetahui hukum pengambilan barang temuan
3.
Rukun Luqathah
4.
Macam-macam benda yang diperoleh
5.
Mengenalkan benda temuan
C.
TUJUAN
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh 2.
2.
Menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Barang Temuan (luqathah).
3.
Memahami hal-hal yang berkaitan tentang Barang Temuan dalam kehidupan umat Islam sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Barang Temuan
1.
Etimologi (bahasa)
Barang
temuan dalam bahasa arab (bahasa fuqaha) disebut al-luqathah atau sesuatu yang ditemukan atau didapat. Juga menurut
yang lain al-luqathah adalah nama
untuk sesuatu yang ditemukan.[1]
2.
Terminologi (istilah)
Barang
temuan atau al-luqathah adalah harta yang hilang dari tuannya dan kemudian
ditemukan oleh orang lain atau harta yang hilang dari pemiliknya baik karena
jatuh, lupa dan sebagainya.[2]
3.
Menurut Para Ulama
a.
Muhammad al-syabini al-Khotib berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
al-luqathah ialah sesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak
terjaga dan yang menemukan tidak mengetahui mustahiqnya.
b.
Syaikh Syihab al-Din berpendapat bahwa sesuatu dari harta atau sesuatu yang
secara khusus semerbak ditemukan bukan didaerah harby, tidak terpelihara, dan
tidak dilarang karena kekuatannya, yang menemukan tidak mengetahui pemilik
barang tersebut.
c.
Al-Imam Taqiy al-Din bahwa pengambilan harta yang mulia sebab tersia-siakan
untuk dipeliharanya atau dimilikinya setelah diumumkan.
Jadi,
dari definisi di atas bisa dijelaskan bahwa barang temuan adalah memperoleh
sesuatu yang tersia-siakan dan tidak diketahui pemiliknya.[3]
B. Status Hukum Barang Temuan (Luqathah)
Mengambil
barang temuan pada prinsipnya dibolehkan sesuai dengan beberapa yang memerintahkan
kita untuk berbuat baik dan kebajikan, sebab mengambil barang temuan tersebut
dengan niat menjaga dan mengembalikan kepada pemiliknya adalah perbuatan baik.
1.
Syarat-syarat boleh mengambil barang temuan adalah sebagai berikut:
a.
Orang yang mengambil berstatus merdeka, baligh, sebab barang temuan
mengandung makna penguasaan dan orang yang tidak merdeka dan belum baligh bukan
termasuk yang memiliki kuasa.
b.
Hendaklah ia merasa aman dengan dirinya sendiri, jika dia tidak merasa aman
dengan dirinya sendiri, maka tidak boleh mengambilnya demi menghindari
pengkhianatan.
c.
Barang yang ditemukan bisa diumumkan, seperti emas, perak, perhiasan,
pakaian dan yang lainnya.
d.
Hendaklah tempat di mana dia menemukan barang tersebut bukan milik
seseorang dan bukan negeri orang syirik sebab hasil temuan ditempat yang ada
pemiliknya menjadi hak milik yang mempunyai tempat pada umumnya dan yang
ditemukan di negeri orang syirik adalah ghonimah.
e.
Bukan berada ditempat yang dilarang seperti Mekah sebab luqathah Mekah
tidak boleh diambil untuk dimiliki, namun diambil untuk dijaga sampai
pemiliknya datang atau diumumkan.
f.
Merasa aman karena amanahnya orang yang mempunyai tempat di mana barang
ditemukan.[4]
2.
Hukum pengambilan barang temuan
Hukumnya
dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya,
diantarnya:
a.
Wajib, apabila orang yang mengambil percaya kepada dirinya bahwa ia mampu
mengurus benda-benda temuan itu sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan
berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh
orang yang tidak bertanggung jawab.
b.
Sunnat, apabila penemu percaya pada dirinya bahwa ia akan mampu memelihara
benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya, tapi bila tidak diambilpun barang
tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau tidak akan diambil oleh
orang yang tidak bertanggung jawab.
c.
Makruh, apabila masih ragu akan benda itu karena tidak mampu memeliharanya.
d.
Haram, orang yang menemukan harta, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya
sering terkena penyakit tamak dan betul bahwa dirinya tidak mampu memelihara
harta tersebut.[5]
3.
Hukum persaksian terhadap luqathah
Persaksian
terhadap barang temuan adalah tidak wajib hanya sekedar sunnah, baik diambil
untuk dimiliki atau untuk dijaga dengan alasan bahwa luqathah mengandung makna
mendapat penghasilan.
Sebagian
ulama membedakan antara barang temuan dengan anak yang ditemukan, maka tidak
wajib untuk barang sebab, ada makna mendapat penghasilan harta, tidak harus ada
persaksian seperti jual beli. Wajib untuk anak sebab ia bisa menjaga nasab,
maka wajib ada persaksian sama seperti akad nikah. Saksi adalah orang-orang
yang terjaga dan tidak ada tuduhan berniat dusta.[6]
4.
Hukum mengetahui ciri-ciri luqathah
Jika
orang yang menemukan barang temuan dan mengambilnya dengan niat menjaga, maka
wajib baginya untuk mengetahui ciri-cirinya langsung setelah dia mengambilnya.
Namun,
jika dia mengambilnya dengan niat untuk dimiliki setelah mengumumkannya, maka
wajib baginya untuk mengetahuinya agar dia tahu apa yang ada dalam
tanggungannya. Dalam memahami ciri-ciri barang temuan maka perlu memperhatikan
ciri secara global yaitu, seperti mengenal bungkus, ikatan, jenis, dan
ukurannya.
Maksud
dari dimintainya orang yang menemukan barang temuan untuk mengenali ciri-ciri
ini agar barang tersebut tidak bercampur dengan hartanya sendiri dan dengan
begitu ia tahu benar tidaknya orang yang mengaku-ngaku.[7]
C. Rukun Al-Luqathah
Rukun
dalam al-luqathah ada dua, yaitu orang yang mengambil (menemukan) dan benda
atau barang yang diambil.[8]
D. Macam-macam Benda yang Diperoleh
Macam-macam benda temuan, diantaranya:
1.
Benda-benda tahan lama, yaitu benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama,
misal emas, perak dan yang lainnya.
2.
Benda-benda yang tidak tahan lama, yaitu benda yang tidak dapat disimpan
pada waktu yang lama, misal makanan. Benda seperti ini bisa dimakan atau dijual
supaya tidak tersia-siakan. Bila kemudian si pemilik datang, maka penemu wajib
mengembalikan atau memberi uang seharga benda tersebut.
3.
Benda yang memerlukan perawatan, seperti kulit hewan yang perlu disamak.
4.
Benda yang memerlukan perbelanjaan, seperti binatang ternak. Pada
hakikatnya binatang itu tidak dinamakan al-luqathah, tetapi disebut
al-dhalalah, yakni binatang yang tersesat atau kesasar. Dalam hal ini, binatang
yang ditemukan ada dua kategori, yaitu:
a.
Binatang yang kuat, yakni binatang yang mampu menjaga dirinya sendiri dari
binatang buas. Seperti unta, sapi.
b.
Binatang yang tidak dapat menjaga dirinya sendiri dari serangan binatang
buas, seperti anak kambing.[9]
E. Mengenalkan Barang Temuan
Wajib
bagi orang yang menemukan sesuatu dan mengambilnya untuk mengamati tanda yang
membedakannya dengan benda lain, baik bentuk tempatnya atau ikatannya, serta
jenis dan ukuran.
Penemu
dan pengambil barang yang ditemukan berkewajiban memelihara barang tersebut.
Dan benda tersebut sebagai wadhi’ah yaitu
tidak berkewajiban menjamin apabila terjadi kerusakan kecuali bila disengaja.
Setelah
itu, cara mengumumkan barang temuan bisa menggunakan cara, diantaranya dengan
pengeras suara, radio, televisi, surat kabar, atau media massa lainnya. Cara
mengumumkannya tidak mesti setiap hari, tapi boleh satu kali atau dua kali
dalam seminggu, kemudian sekali sebulan dan terakhir dua kali setahun. Apabila
dalam satu tahun pemiliknya tidak datang maka, ia boleh memilikinya jika ia
mau. Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dari Ya’la ibn Murrah
berkata, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
“barangsiapa yang memungut suatu barang
tercecer yang sedikit, misalnya seutas tali, satu dirham atau yang seumpama,
maka hendaklah diberitahukan selama tiga hari, jika selama itu pemiliknya tidak
datang, hendaklah dishadaqahkan.”[10]
Ada
juga hadis tentang mengumumkan barang temuan selama satu tahun, yaitu dari Zaid
bin Khalid Al-juhani bahwa ketika baginda Nabi ditanya tentang barang temuan
emas dan perak baginda menjawab: “kenali
ikatan dan bungkusnya kemudian umumkan selama satu tahun.” [11]
Jadi,
hadis di atas menunjukkan bahwa pengumuman waktunya selama satu tahun dan jika
si pemilik tidak datang, maka ia boleh memilikinya jika ia mau.
F. Al Ja’alah dan Syaratnya.
Al-ja’alah
adalah sesuatu yang mesti diberikan sebagai pengganti suatu pekerjaan dan
padanya terdapat suatu jaminan, meskipun jaminan itu tidak dinyatakan,
al-ja’alah dapat diartikan pula sebagai upah mencari benda-benda yang hilang.
Syarat-syarat
al-ja’alah adalah sebagai berikut:
1.
Menunjukkan izin pekerjaan, yang
merupakan syarat atau tuntutan dengan takaran tertentu. Bila seseorang
mengerjakan perbuatan, tapi tanpa seizin orang yang menyuruh (yang punya
barang), maka baginya tidak ada (tidak memperoleh) suatu apapun, jika barang
itu ditemukan.
2.
Keadaan al-ja’alah itu hendaklah ditentukan, uang atau barang, sebelum
seseorang mengerjakan pekerjaan itu.[12]
G. Cara Memiliki Barang Temuan
Jika
si penemu barang temuan sudah mengumumkan selama satu tahun atau kurang untuk
barang yang memang dirasa sudah cukup, lalu dia tidak menemukan pemiliknya
setelah diumumkan, maka dia berhak memiliki dengan syarat jaminan dan
memilkinya harus dengan ucapan yang menunjukkan dia memilih memilikinya dari se
pemilik barang.
Hadis
dari Abdullah bin Amru bin al-’Ash bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Jika pemiliknya datang (maka berikanlah)
dan jika tidak, maka ia menjadi milikmu”. Dengan hal ini, maka bisa diambil
kesimpulan bahwa apabila menemukan barang temuan sebaiknya diumumkan ke
masyarakat umum, kemudian apabila tidak di temukan pemiliknya, maka boleh
dimiliki barang temuan tadi dengan niat memiliki.[13]
H. Barang Temuan Berkurang Karena Cacat
Jika
barang temuan berkurang karena cacat yang terjadi setelah dimiliki oleh si
penemu, maka si pemilik mengambilnya dengan tambahan irsy[14]
menurut pandapat yang lebih kuat karena semua ada jaminan, maka sebagiannya
juga ada jaminan, si penemu membayar ganti rugi sama dengan dia mengganti
semuanya jika rusak, dan si pemilik ada hak untuk meminta gantinya saja dengan
barang yang tidak ada aibnya. Jika si penemu ingin mengembalikan ganti rugi dan
si pemilik ingin mengembalikan ganti barang, maka yang dikabulkan adalah
keinginan si penemu.[15]
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
Barang
temuan atau al-luqathah adalah harta yang hilang dari tuannya dan kemudian
ditemukan oleh orang lain atau harta yang hilang dari pemiliknya baik karena
jatuh, lupa dan sebagainya.
Bahwa
dalam bab tentang barang temuan atau al-luqathah ada beberapa pengertian,
syarat-syarat barang temuan dan hukum-hukum mengenai barang temuan. Hukum
mengenai barang temuan ada beberapa hal, diantaranya hukum persaksian, hukum
mengetahui ciri-ciri barang temuan, hukum mengumumkan barang temuan, dan lain sebagainya.
Rukun
al-luqathah ada dua, yaitu orang yang mengambil (yang menemukan) dan
benda-benda atau barang yang diambil. Apabila menemukan barang temuan sebaiknya
diumumkan ke masyarakat umum, kemudian apabila tidak di temukan pemiliknya,
maka boleh dimiliki barang temuan tadi dengan niat memiliki.
B.
Penutup
Sekian makalah yang dapat kami
buat, kami sangat menyadari keterbatasan kami sebagai manusia yang tentunya
berpengaruh pada hasil karya kami. Oleh karena itu, apabila karya kami ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kami mohon maaf yang
seikhlasnya kepada segenap pembaca. Semoga makalah kami ini bermanfaat serta
dapat menambah wawasan para pembaca dan kami juga berharap makalah ini dapat
diterima sebagai pemenuhan nilai tugas dan pembelajaran. Terima kasih atas
perhatian dan partisipasinya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Ahmad
Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta:
Amzah.
Suhendi,
Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
[14] Irsy adalah nilai atau
harga berkurangnya barang atau harta atas terjadinya perbedaan harga barang
yang rusak dengan barang yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar