MAKALAH
FIQH 1
PUASA
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqh 1
Dosen pengampu : Drs. Machfudz, M.Ag.
Anggota :
Tri Mashudi :111-11-177
Nilasari Uminingsih :111-11-180
Putra Arief Perdana :111-11-183
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
SALATIGA
2012
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari bahasa arab; shawm dan shiyam
yang berarti menahan (imsak). Menurut Syara’, puasa adalah menahan diri
dari beberapa perbuatan tertentu, dengan niat dan menurut aturan tertentu pula.[1]
Puasa adalah mencegah diri dari makan dan minum, hubungan suami
isti (hubungan sex) dan dari semua yang membatalkan puasa mulai terbitnya
fajar, hingga terbenamnya matahari, untuk berbakti kepada Tuhan, dengan
memenuhi syarat dan rukunnya yang telah ditentukan oleh syara’.[2]
Ibadah puasa telah dikenal dan diwajibkan pada syariat agama-agama
sebelum islam. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam ayat al-qur’an:
$yg•ƒr'¯»tƒ
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
|=ÏGä.
ãNà6ø‹n=tæ
ãP$u‹Å_Á9$#
$yJx.
|=ÏGä.
’n?tã
šúïÏ%©!$#
`ÏB
öNà6Î=ö7s%
öNä3ª=yès9
tbqà)Gs?
ÇÊÑÌÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.(al baqoroh/2:183)
Akan tetapi
menurut pendapat yang kuat, kewajiban puasa Ramadhan merupakan kekhususan bagi
Nabi Muhammad saw, dan umatnya.
Puasa terbagi dua yaitu: puasa wajib, yaitu puasa Ramadhan, puasa kaffarah
serta puasa nazar, dan puasa sunnah.[3]
B.
Kewajiban Puasa Ramadhan
Sesuai dengan namanya, puasa ramadhan ini dilakukan setiap bulan
ramadhan, sejak hari pertama sampai hari terakhir. Awal bulan dapat diketahui
dengan menyempurnakan (ikmal) bilangan bulan sya’ban 30 hari, atau dengan
melihat (ru’yah) anak bulan (hilal) Ramadhan itu sendiri.
Perintah melakukan puasa ramadhan itu tercantum dalam al-qur’an
surat Al-baqoroh ayat 185.
… 4 `yJsù y‰Íky ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( …
Artinya:”… Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu...
Kewajiban puasa ramadhan dibebankan pada orang yang memenuhi
persyaratan: Islam, balig, berakal, suci, muqim dan mampu melakukan.
Orang
kafir tidak dituntut melakukan puasa karena mereka tidak sah melakukan ibadah.
Orang murtad, juga tidak dituntut untuk berpuasa, kecuali apabila masuk islam
lagi dan ia
wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan selama dia murtad dahulu.
Anak-anak tidak diwajibkan berpuasa, tetapi mereka disuruh
melakukannya, seperti shalat, bila telah berumur 7 tahun, dan dipukul bila
meninggalkannya setelah berusia 10 tahun.
Orang gila tidak wajib puasa dan tidak wajib mengqadhanya setelah
sembuh, sebab orang gila tidak termasuk mukallaf, tetapi orang yang hilang
akal. Perempuan yang sedang haid atau nifas, tetapi wajib mengqadha puasanya
setelah kembali suci. Dan orang yang terlalu tua atau karena penyakit yang
tidak diharapkan sembuhnya lagi.[4]
C.
Yang Mewajibkan Puasa
Yang mewajibkan orang berpuasa ramadhan adalah salah satu dari perkara
yang tersebut dibawah ini:
1.
Keterangan melihat bulan (ru’yah) permulaan bulan puasa.
2.
Pemberi tahuan orang yang adil bahwa ia telah melihat bulan
permulaan puasa.
3.
Menurut perhitungan ahli hisab yang mu’tabar, yakni yang boleh
dipercaya.
4.
Dengan sempurnanya bulan sya’ban genap 30 hari sehingga hari
berikutnya adalah tanggal 1 puasa.[5]
D.
Wajib Qadha Dan Membayar Kifarat
Orang yang sedang berpuasa maka pada siang harinya tidak boleh berkumpul dengan istrinya (haram).
Kalau ia mengumpuli istrinya maka puasanya batal dan harus menggatinya dilain
hari dan ia juga harus membayar kifarat, yakni:
1.
Memerdekakan budak (membeli budak kemudian memerdekakan)
2.
Kalau tidak dapat, maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut
3.
Kalau tidak dapat, wajib memberi makan 60 orang miskin tiap-tiap
orang miskin 1 mud bahan makanan (1 mud kuranng lebih ½ kg).[6]
E.
Kelonggaran Tidak Puasa
Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa apabila:
1.
Bepergian jauh sedikitnya 84 km. (chulashatul kalam) tetapi ia
harus berpuasa dilain hari sebagai gantinya.
2.
Karena tua hingga tiada dapat lagi berpuasa, hanya saja ia
diwajibkan membayar fidyah, ialah memberi makan kepada fakir miskin banyaknya
satu mud. Tiap hari harus membayar satu fidyah.
3.
Karena sakit (wajib berpuasa dilain hari)
4.
Orang yang hamil yang khawatir akan kandungannya, begitu pula orang
yang sedang menyusui harus berpuasa dilain hari sebagai gantinya.[7]
F.
Mati dan Puasa
Orang mati yang pada waktu hidupnya ada hari yang ia tinggalkan,
pada hal tidak ada sebab sesuatupun, jadi hanya karena malas, maka kerabatnya
hendaklah menjalankan puasa sebagai ganti hari yang telah ditinggalkan itu.
Atau sebagai gantinya, menurut pendapat sebagian ulama, memberi
fidyah kepada fakir miskin sekedar makanan. Tetapi hadisnya tidak kuat. Oleh
karena itu menurut pendapat yang mu’tamad tidak usah dibayar dengan fidyah,
harus diganti dengan puasa.[8]
G.
Puasa Sunnah
Di samping puasa Ramadhan yang diwajibkan, Islam juga menganjurkan
umatnya agar banyak-banyak melakukan puasa sunnah, sebagai upaya mendekatkan
diri kepada Allah, menambah kebajikan dan meraih pahala. Pada dasarnya tidak
ada pembatasan waktu untuk melakukan puasa sunnah. Orang dapat memilih sendiri
waktu yang tepat baginya untuk berpuasa, tetapi perlu diingat bahwa, puasa baik
yang wajib maupun sunnah, haram dan tidak sah dilakukan pada hari-hari
tertentu, pada kedua hari raya’id al-fitri dan al-adha serta pada hari-hari
tasyriq, yakni tiga hari setelah ‘id al-adha. Selain itu, makruh berpuasa
sehari saja, hanya pada hari jum’at atau hari sabtu, kecuali disertai dengan
puasa pada hari sebelum dan sesudahnya. Nabi saw bersabda: “Janganlah seseorang
kamu berpuasa pada hari jum’at, kecuali (ia berpuasa juga) sehari sebelumnya
atau sehari sesudahnya”. (Muttafaq ‘Alayh). Dan “ (Nabi saw) melarang berpuasa
pada hari sabtu.(HR. Nasa’i)”.
Macam-macam puasa sunnah:
1.
Puasa Enam Hari pada bulan syawwal.
Setelah
selesai melakukan puasa ramadhan, disunnahkan pula mengiringinya dengan
berpuasa 6 hari pada bulan syawwal.
2.
Puasa pada Hari Arafah (tg. 9 Dzul hidjjah).
Untuk
orang yang tidak sedang melakukan ibadah haji disunnahkan berpusa pada hari
ini.
3.
Puasa pada Hari Asyura dan Tasu’a.
Yang
dimaksud hari asyura adalah tanggal 10, sedang hari tasu’a adalah tanggal 9
Muharram.
4.
Puasa 3 hari-hari Bid
Disunnahkan
puasa tiga hari, dan sebaiknya pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan karena Rasulullah
saw selalu melaksanakannya.
5.
Puasa Senin-Kamis.
Karena
Rasulullah selalu berpuasa pada hari senin dan kamis.
6.
Puasa pada Bulan Muharram dan Sya’ban.
Berpuasa
pada bulan-bulan tersebut merupakan keutamaan, karena menurut berbagai riwayat,
rasulullah selalu berpuasa dan menganjurkan agar umatnya berpuasa pada
bulan-bulan tersebut.[9]
H.
Rukun Puasa
Rukun puasa ialah:
1.
Niat
2.
Mencegah segala pantangan puasa yang membatalkan puasa.[10]
I.
Sunnah-sunnah Puasa
Orang yang berpuasa disunnahkan:
1.
Mempercepat buka (segera makan dan minum) bila sudah terang masuk
waktu mahgrib.
2.
Membaca doa ketika berbuka.
3.
Sahur
4.
Memperlambat sahur
5.
Memberi makan kepada orang-orang yang berpuasa
6.
Memperbanyak membaca Al Qur’an
7.
Memperbanyak sedekah
8.
Memperbanyak I’tikaf (tinggal dengan tenang dalam masjid untuk
mencari ridlo Allah)
9.
Menjaga diri dari kata-kata yang tidak baik dan tidak berguna.[11]
J.
Yang Membatalkan Puasa
Hal-hal yang membatalkan puasa:
1.
Memasukkan sesuatu pada lubang badan, seperti makan, minum, merokok
dan sebagainya.
2.
Haid (datang bulan bagi wanita).
3.
Nifas (mengeluarkan darah karena bersalin).
4.
Berubah akalnya, misalnya gila.
5.
Memuntahkan sesuatu dari mulut dengan sengaja.
6.
Melakukan hubungan sex (berkumpul).
7.
Mengeluarkan nutffah. Adapun mengeluarkan nutfah karena mimpi, maka
tidaklah membatalkan.[12]
K.
Hikmah Puasa
Hikmah puasa yang terpenting dalam melakukan ibadah puasa adalah
mendekatkan diri kepada Allah swt serta menambah taqwa.
Oleh karena itu, orang yang menjalankan puasa, harus menjauhkan
diri dari segala hal yang membatalkan puasa.[13]
DAFTAR PUSTAKA
1.
Nasution, Lahmuddin.1995.Fiqh 1.Yogyakarta:IAIN.
2.
Amir, Dja’far.1969.Ilmu Fiqh.Surakarta:SMP-PGAP.
[1] Lahmudin
Nasution, Fiqh 1, tt, hlm. 183.
[3] Ibid.
[4] Lahmudin Nasution, op.cit. hlm. 184-190.
[5]Dja’far Amir, op.cit. hlm. 39.
[6] Ibid. hlm. 40.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Lahmudin Nasution, op.cit. hlm. 200-206.
[10] Dja’far Amir, op.cit, hlm. 38.
[11] Ibid, hlm. 43.
[12] Ibid, hlm. 39.
[13] Ibid, hlm. 38.